Jumat, 18 Maret 2011

Mawar Putih Kehidupan

Hari ini smsnya masuk ke inbox ku seperti ini "Sebaik-baiknya seorang istri adalah yang apabila diberi sesuatu dia bersyukur, dan bila tidak diberi apa-apa dia bersabar. yang menyenangkan hatimu bila kamu melihatnya dan menaatimu bila kamu menyuruhnya" kata-kata yang baik dan mudah dimengerti. namun pada kenyataanya menjadi sosok perempuan pendamping suami yang baik itu tidak mudah. sebagai contoh realnya banyak fenomena di masyarakat yang bisa diamati secara langsung. ibarat sebuah mobil seorang istri itu rem dan gas yang cantik untuk suaminya.

Seorang istri jelas memiliki peran yang tidak kecil. Ibarat gas dan rem dalam mobil, istri seharusnya bisa menjadi gas dan rem bagi suami. Saat menjadi gas, ia mendorong dan mendukung suami untuk maju, mengembangkan potensi, mendampingi suami keluar dari jerat kemiskinan dengan cara-cara yang baik.

Ketika menjadi rem, istri harus memiliki kampas rem yang kuat, pakem. Kampas rem itu adalah keimanan, keteguhan sikap, dan keyakinan yang tebal. Suami diterima apa adanya. Ia tahu Allah akan menepati janji, ia yakin Allah tidak melihat hamba-Nya dari kekayaan dan kemewahan yang melainkan ketakwaannya, dan ia percaya penghasilan yang diperoleh secara jelas kehalalannya akan membawa keberkahan bagi suami, diri, dan keluarganya.

Meskipun belum menjadi seorang istri namun setiap wanita pasti mempunyai harapan menjadi seorang istri yang pada nantinya dapat menjalani hidup bersama orang-orang yang disayangi dengan baik dan bahagia. Ternyata banyak hal yang harus kita ketahui dan pelajari untuk mempersiapkan semua itu. Dari beberapa kajian yang diperoleh akhirnya dapat disimpulkan bahwa kriteria menjadi wanita (istri) yang sholehah adalah :

* Pertama, salimul aqidah. Maksudnya adalah bahwa perempuan itu haruslah memiliki aqidah yang lurus yang akan menyelamatkannya dari api neraka. Meyakini dengan sepenuh hati kebenaran dan kekuatan hukum-hukumnya dalam segala lini kehidupan. Yang jelas, isteri yang shalihah bukanlah yang merangkap pekerjaan sebagai dukun, kecuali dukun bayi tentunya.

* Kedua, shahihul ibadah. Tentunya apa-apa yang dikerjakan dalam ibadah itu merupakan ibadah yang benar dan tidak mengada-ada. Sedangkan yang terkait dengan perbedaan dalam tatacara ibadah, maka harus ada toleransiantara pasangan suami isteri. Karena bisa jadi suami berasal dari ormas yang berbeda

* Ketiga, akhlaqul karimah. Yakni buah dari kekuatan aqidah yang selamat dan kebenaran ibadah yang dilakukan berupa tingkah laku secara zhahir dan bathin. Akhlak yang mulia adalah bentuk pengaplikasian iman kepada Allah. Ia akan senantiasa sejalan dengan fithrah kemanusiaan secara universal, kapan pun dan dimana pun. Ia adalah bentuk ideal hubungan manusia terhadap dirinya, terhadap orang lain, dan terhadap Allah.

* Keempat, ath tha’ah. Ketaatan yang dimaksudkan disini terakit erat dengan hubungan antara suami dan isteri, yakni ketaatan isteri terhadap suami, bakti isteri terhadap suami, dan pelayanan isteri terhadap suami. Ketika sudah menikah, hubungan bakti perempuan kepada oangtuanya berpindah kepada suaminya. Sedangakn jika laki-laki menikah, hubungan baktinya tetap kepada orang tuanya.

* Kelima, al 'izzah wal 'iffah. maksudnya adalah bahwa seorang perempuan harus menjaga kehormatan dirinya dihadapan mahluk dan kesucian dirinya di hahapan Khaliq. menjaga diri disini dimaksudkan bahwa seorang istri menjaga diri dari perasaan cemburu seorang suami dikarenakan oleh tindakan atau interaksi istri dengan leleki lain. ia harus mencegah munculnya fitnah. pada prinsipnya kehormatan seorang istri adalah kehormatan seorang suami juga.

Bissmillahirrahmanirrahim... semoga nantinya kita adalah calon gas dan rem cantik yang memotivasi ‘kendaraan’ suami sampai pada tujuan yang baik! Amiiin ya rab..

Kamis, 17 Maret 2011

Skala likert

Rensis Likert telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat di tahun 1932 yang sekarang terkenal dengan nama skala Likert.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: Sangat Penting (SP), Penting (P), Ragu-ragu (R), Tidak Penting (TP), Sangat Tidak Penting (STP)

Prosedur dalam membuat skala Likert adalah sebagai berikut:
1. Peneliti mengumpulkan item-item yang cukup banyak, relevant dengan masalah yang sedang diteliti, dan terdiri dari item yang cukup jelas disukai dan tidak disukai.
2. Kemudian item-item itu dicoba kepada sekelompok responden yang cukup representatif dari populasi yang ingin diteliti.
3. Responden di atas diminta untuk mengecek tiap item, apakah ia menyenangi (+) atau tidak menyukainya (-). Respons tersebut dikumpulkan dan jawaban yang memberikan indikasi menyenangi diberi skor tertinggi. Tidak ada masalah untuk memberikan angka 5 untuk yang tertinggi dan skor 1 untuk yang terendah atau sebaliknya. Yang penting adalah konsistensi dari arah sikap yang diperlihatkan. Demikian juga apakah jawaban “setuju” atau “tidak setuju” disebut yang disenangi, tergantung dari isi pertanyaan dan isi dari item-item yang disusun.
4. Total skor dari masing-masing individu adalah penjumlahan dari skor masing-masing item dari individu tersebut.
5. Respon dianalisis untuk mengetahui item-item mana yang sangat nyata batasan antara skor tinggi dan skor rendah dalam skala total. Misalnya, responden pada upper 25% dan lower 25% dianalisis untuk melihat sampai berapa jauh tiap item dalam kelompok ini berbeda. Item-item yang tidak menunjukkan beda yang nyata, apakah masuk dalam skortinggi atau rendah juga dibuang untuk mempertahankan konsistensi internal dari pertanyaan.

Kelemahan skala Likert
1. Karena ukuran yang digunakan adalah ukuran ordinal, skala Likert hanya dapat mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan berapa kali satu individu lebih baik dari individu yang lain.
2. Kadangkala total skor dari individu tidak memberikan arti yang jelas, karena banyak pola respons terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama. Adanya kelemahan di atas sebenarnya dapat dipikirkan sebagai error dari respons yang terjadi.

Sumber
Nazir M. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia;Bogor;2005.